PIHAK YANG BERHAK MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) DALAM PUTUSAN PIDANA MATI

PIHAK YANG BERHAK MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) DALAM PUTUSAN PIDANA MATI

Kasus yang belakangan ini terjadi mengenai peninjauan kembali yang diajukan oleh tersangka tindak pidana mati membuat banyak orang penasaran, apakah yang menjadi dasar hal tersebut dapat diajukan oleh pelaku tindak pidana?

Hukuman mati merupakan kebijakan hukum yang memperbolehkan suatu negara atau sistem hukum untuk menjatuhkan hukuman mati kepada pelaku tindakan kejahatan yang masuk dalam pelanggaran serius seperti narkoba, pembunuhan berencana, pengkhianatan, kejahatan perang, dan terorisme. Hukuman mati masih diterapkan di berbagai negara seperti Tiongkok, Arab Saudi, Iraq, Iran, Pakistan, Amerika Serikat, dan Indonesia. Sekitar 60% hukuman mati dilaksanakan di Tiongkok dan diperkirakan jumlahnya mencapai ribuan, di Amerika Serikat dan Arab Saudi terdapat sekitar ratusan orang yang telah dihukum mati, sedangkan di Indonesia sudah puluhan orang yang menjalani pidana mati.

Fungsi pidana mati dalam sistem pemidanaan di Indonesia adalah sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat dari perbuatan jahat pelaku kejahatan berat dan untuk memberikan rasa takut kepada masyarakat agar tidak melakukan kejahatan berat yang diancam dengan pidana mati. Hukuman mati ini tentunya masih menjadi pro dan kontra di tengah kalangan masyarakat karena sebagian orang mendukung dan sebagian lain menentang adanya hukuman mati karena dianggap telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Kententuan HAM sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan dalam perkembangan amandemen UUD 1945 yang ke-2 (dua) dari Pasal 28A-28J, serta pengakuan dan penegakan HAM dalam TAP MPR NO XVII/1998 tentang pembentukan komisi nasional HAM. Meskipun peraturan tentang HAM telah diatur dan diakui, tetapi hal tersebut tidak menghapus hukuman mati sebagaimana diatur dalam Pasal 10 huruf a KUHP lama bahwa pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan. Sedangkan dalam 98 KUHP Baru, pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat dengan diberikan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun. Tersangka tindak pidana mati dalam proses perkaranya masih dapat mengajukan upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.

Upaya hukum biasa, terdiri dari:

  • Banding

Dapat diajukan oleh salah satu atau kedua pihak yang berperkara dalam suatu putusan pidana dan proses pemeriksaannya dilakukan oleh Pengadilan Tinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 67 KUHAP. Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanyalah berupa Putusan dan bukan Penetapan, jangka waktu pengajuan banding adalah 7 (tujuh) hari sejak putusan dibacakan sebagaimana diatur dalam Pasal 233 ayat (2) KUHAP.

  • Kasasi

Dapat diajukan oleh salah satu atau kedua pihak yang berperkara, terpidana dapat mengajukan Kasasi atas Putusan Banding dan proses pemeriksaannya dilakukan oleh Makamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 244 KUHAP. Jangka waktu pengajuan kasasi adalah 14 (empat belas) hari sejak diberitahukan kepada terdakwa sebagaimana dalam Pasal 245 ayat (1).

Upaya hukum luar biasa, terdiri dari:

  • Peninjauan Kembali (PK)

PK dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya kepada Mahkamah Agung, kecuali terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. PK diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP bahwa “terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kenmbali kepada Mahkamah Agung”, hal ini berkaitan dengan isu konstitusionalitas PK yang telah dipertimbangkan dalam Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-VI/2008 dan dipertegas kembali oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menegaskan Pasal 263 ayat (1) KUHAP adalah norma yang konstitusional sepanjang tidak dimaknai lain selain PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya (bukan jaksa) dan tidak boleh diajukan terhadap putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila dimaknai berbeda maka akan menimbulkan ketidakadilan yang menjadikan norma tersebut inkonstitusional.

Pengajuan PK bukan merupakan hak jaksa/penuntut umum, karena jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum sekaligus tidak berkeadilan apabila sebelumnya telah mengajukan upaya hukum biasa berupa kasasi demi kepentingan hukum dan dinyatakan ditolak lalu kemudian diberikan kembali hak kepada jaksa/penuntut umum untuk mengajukan PK. Penambahan Pasal 30C huruf h beserta penjelasannya dalam UU Kejaksaan mengartikan adanya penambahan kewenangan kejaksaan yaitu untuk mengajukan PK, namun dengan tidak disertai penjelasan yang jelas tentang substansi dari pemberian kewenangan tersebut.

Adanya penambahan kewenangan tersebut tidak hanya menimbulkan inkonstitusional tapi juga dapat menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh jaksa terhadap putusan yang telah dinyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dan pasal tersebut tentunya tidak sejalan dengan pemaknaan dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP dalam Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan bahwa jaksa tidak bewenang mengajukan PK dan hanya dapat diajukan oleh terpidana dan ahli warisnya.

Selain upaya hukum, terdapat cara lain agar dapat terlepas dari jerat pidana mati berupa pengampunan atas perbuatannya, yang terdiri dari:

  1. Grasi (peringanan, perubahan, pengurangan, atau penghapusan)
  2. Amnesti (pencabutan semua akibat dari pemidanaan suatu perbuatan pidana tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana)
  3. Abolisi (menghapuskan seluruh proses pemeriksaan yang sedang berjalan sebelum pengadilan menjatuhkan keputusan terhadap perkara itu)

Share this post

Comments (3)

  • Coen Jacobs Reply

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae, gravida pellentesque urna varius vitae. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae. Sed dui lorem, adipiscing in adipiscing et, interdum nec metus. Mauris ultricies, justo eu convallis placerat, felis enim ornare nisi, vitae mattis nulla ante id dui.

    June 27, 2016 at 12:12 am
    • Dan Reply

      Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae, gravida pellentesque urna varius vitae.

      June 27, 2016 at 12:13 am
  • James Koster Reply

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae, gravida pellentesque urna varius vitae.

    June 28, 2016 at 12:36 pm

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Chat with us!
Start a Conversation
Hi! Click one of our members below to chat on WhatsApp
We usually reply in a few minutes