TERBENTURNYA KEPENTINGAN DALAM PROSES PELAKSANAAN SITA UMUM DAN SITA PIDANA DALAM PELAKSANAAN PENYITAAN ATAS BARANG DEBITOR

TERBENTURNYA KEPENTINGAN DALAM PROSES PELAKSANAAN SITA UMUM DAN SITA PIDANA DALAM PELAKSANAAN PENYITAAN ATAS BARANG DEBITOR

Perlu kita ketahui terlebih dahulu mengenai apa itu sita. Sita memiliki berbagai macam jenis, baik dalam ranah perdata maupun pidana. Pada saat seseorang mengajukan gugatan terkait ganti rugi dan utang piutang tentunya menginginkan adanya jaminan agar gugatan dapat terlaksana dan tidak merugikan pihak yang mengajukan gugatan, maka dari itu sita diajukan terlebih dahulu. Sita merupakan tindakan hukum atas benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud dan tidak berwujud milik tergugat untuk dijadikan sebagai jaminan agar tuntutan yang diajukan tidak menjadi sia-sia sehingga penggugat merasa lebih terjamin atas pemenuhan haknya setelah putusan dikabulkan.

Dalam Hukum Acara Perdata mengatur beberapa jenis sita yaitu, sita jaminan, sita revindikasi, sita penyesuaian, sita marital, dan sita eksekusi. Hukum kepailitan sendiri masuk dalam ranah perdata yang merupakan sita umum yang menyita seluruh harta kekayaan debitor untuk dilakukan pemberesan oleh kurator demi kepentingan para kreditor serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan dengan pengecualian sebagai berikut:

  1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
  2. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; dan
  3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.

Sita umum bertujuan untuk melindungi kepentingan kreditor terhadap perbuatan debitor yang dapat merugikan harta pailit dan menghentikan eksekusi harta debitor oleh para kreditornya untuk memenuhi haknya masing-masing.

Dalam praktik kepailitan, seorang debitor dapat dikenakan sita lainnya diluar sita umum seperti sita pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti kasus penyitaan oleh Bareskrim terhadap salah satu perusahaan swasta akibat adanya dugaan sebagian harta pailit merupakan hasil tindak pidana pencucian uang dan sita pajak seperti pada salah satu perusahaan yang disita oleh kantor pajak semenjak Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Penyitaan dalam KUHAP didefinisikan sebagai serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembukuan dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP. Penyitaan dalam perkara pidana bertujuan untuk kepentingan pembuktian terutama ditujukan sebagai barang bukti dalam penyelidikan atau penyidikan, tingkat penuntutan dan tingkat pemeriksaan di pengadilan.

Dalam hal Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1) (Pasal 39 ayat (2) KUHAP). Pasal 39 ayat (1) KUHAP mengatur tentang benda yang dapat dikenakan penyitaan:

  1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana;
  2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
  3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
  4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
  5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Pasal 39 ayat (2) KUHAP memberikan legitimasi kepada penyidik untuk melakukan penyitaan terhadap benda yang telah berada dibawah sita umum kepailitan. Sedangkan dalam Pasal 31 ayat (2) UUK-PKPU mengatur bahwa dengan adanya putusan pernyataan pailit, semua sitaan terhadap harta pailit menjadi hapus, artinya menjadi kewenangan Kurator dalam rangka proses pemberesan harta boedel pailit. Adanya aturan tersebut memperlihatkan bahwa masih ada benturan hukum antara Pasal 39 ayat (2) KUHAP dengan Pasal 31 ayat (2) UUK-PKPU ketika objek sita pailit diletakkan juga sita pidana melalui penetapan pengadilan yang mengakibat terjadinya sengketa di Pengadilan, hal ini dapat dilihat dalam Putusan Nomor 1533 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 Jo Putusan Nomor 16/Pdt.Sus-GGL/2017/PN.Niaga Jkt.Pst, atas putusan tersebut mengakibatkan adanya dua sita atas satu benda yaitu sita umum dan sita pidana, sedangkan dalam 463 Rv menyatakan bahwa barang yang telah diletakkan sita tidak dapat dilakukan sita untuk kedua kalinya sehingga dalam kasus ini, membuat pelaksaan tugas Kurator yang menangani harta pailit mengalami keterhambatan dalam melelang harta pailit debitor dan dapat meningkatkan kerugian para kreditor termasuk negara karena kondisi ketidakpastian hukum yang dihadapi.

Hal ini disebabkan adanya aturan dalam UU lain yang mengesampingkan kedudukan sita umum seperti Pasal 39 ayat (2) KUHAP dan Pasal 6 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Perbedaan pendapat terkait kedudukan sita juga terjadi di antara para ahli masing-masing bidang ilmu. Jika dilihat dari dasar teori hukum, kedudukan sita umum bergantung pada sistem hukumnya. Apabila dalam lingkup perdata, maka sita umum lebih tinggi dibanding sita lainnya (lex specialis). Sebaliknya jika dibandingkan sita pidana dan pajak berdasarkan (asas lex specialis derogate legi generalis) dan teori harmonisasi antar sistem hukum, maka masing-masing sita berdiri sebagai lex specialis sehingga sita umum tidak dapat membatalkan sita pidana maupun pajak, begitu juga dengan sita pidana dan pajak tidak dapat mencampuri sita umum dalam kepailitan. Melihat hal ini, dengan adanya sita yang ditetapkan terlebih dahulu membuat sita umum mengalami keterhambatan dalam prosesnya dan hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih antara kepentingan mana yang harus didahulukan antara sita umum atau sita pidana sehingga tidak jarang diajukan sita persamaan/penyesuaian.

Upaya hukum atas peletakan sita pidana dan sita umum pada barang debitur, dapat dilakukan upaya ke pengadilan untuk mendapatkan kepastian hukum mengenai sita umum sebagaimana dalam Pasal 31 UUK-PKPU. Terhadap kepastian hukum tentang sita mana yang harus didahulukan dan bagaimana kedudukan sita pidana atas sita umum maka dapat dilihat dari dua hal, pertama dari isi atau kepentingan yang diaturnya (hukum privat dan hukum publik) dan kedua dari akibatnya. Akibat dari sita umum yang tidak dapat disita pidana akan menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap kepentingan umum dibandingkan dengan akibat jika suatu benda yang di sita umum dapat disita pidana kembali sehingga sudah seharusnya sita pidana memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan sita umum dan harus didahulukan.

Dalam kasus Putusan Nomor 1533 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 Jo Putusan Nomor 16/Pdt.Sus-GGL/2017/PN.Niaga Jkt.Pst, dilakukan upaya untuk membatalkan penyitaan dan pemblokiran agar terhadap sita harta pailit debitor dapat dilelang dalam memenuhi kepentingan para kreditor. Pada akhirnya disimpulkan bahwa dalam kasus tersebut tidak mempermasalahkan kedudukan yang lebih tinggi antara sita umum dan sita pidana melainkan mempermasalahkan syarat pelaksanaannya. Sehingga terhadap sita pidana yang tidak sesuai dengan Pasal 39 ayat (1) dan (2) KUHAP menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan sita pidana yang sesuai dengan pasal tersebut pelaksanaan sita pidana tetap dilakukan untuk pembuktian tindak pidana korupsi yang mana setelah selesai akan diserahkan kepada pihak Kurator untuk dilakukan pelelangan dalam memenuhi kepentingan kurator.

Share this post

Comment (1)

  • Joe Doe Reply

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae, gravida pellentesque urna varius vitae. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae. Sed dui lorem, adipiscing in adipiscing et, interdum nec metus.

    June 28, 2016 at 1:07 pm

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Chat with us!
Start a Conversation
Hi! Click one of our members below to chat on WhatsApp
We usually reply in a few minutes