PERLINDUNGAN HAK CIPTA DALAM BIDANG MUSIK ATAU LAGU
PERLINDUNGAN HAK CIPTA DALAM BIDANG MUSIK ATAU LAGU
Bagaimanakah bentuk perlindungan hak cipta terhadap karya ciptaan di bidang musik atau lagu?
Hak Cipta merupakan salah satu cabang dalam Hak Kekayaan Intelektual yang berperan melindungi ciptaan manusia di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan dan mencakup pula program komputer. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) menjelaskan bahwa “Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang secara otomatis timbul berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Sehingga dapat dikatakan bahwa hak cipta merupakan hak yang melekat saat itu juga ketika sebuah karya diwujudnyatakan meskipun belum didaftarkan dan tidak seorangpun dapat melaksanakan hak tersebut tanpa izin pencipta. Hak eksklusif dalam Hak Cipta terdiri dari Hak Moral (Pasal 4-Pasal 7, Pasal 21, dan Pasal 22) dan Hak Ekonomi (Pasal 4, Pasal 8-Pasal 15, dan Pasal 23-Pasal 25).
Perlu diketahui pula meski perlindungan hak cipta timbul secara otomatis, namun pencatatan hak cipta menjadi penting ketika timbul perkara di kemudian hari. Karena dengan adanya bukti pencatatan tersebut membuatnya menjadi bukti yang kuat ketika diajukan ke pengadilan. Dalam UUHC juga diatur mengenai Hak Terkait yang berkaitan dengan Hak Cipta, dimana hak terkait merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, prosedur fonogram, atau lembaga penyiaran.
Jenis-jenis Hak Cipta yang dilindungi meliputi ciptaan dlam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra (Pasal 40 UUHC):
- Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
- Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;
- Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
- Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
- Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
- Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
- Karya seni terapan;
- Karya arsitektur;
- Peta;
- Karya seni batik atau seni motif lain;
- Karya fotografi;
- Potret;
- Karya sinematografi;
- Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
- Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
- Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;
- Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
- Permainan video;
- Program komputer.
sedangkan hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta diatur dalam Pasal 41 UUHC. Karya yang tidak termasuk Hak Cipta diatur dalam Pasal 42 UUHC:
- Hasil rapat terbuka lembaga negara;
- Peraturan perundang-undangan;
- Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah;
- Putusan pengadilan atau penetapan hakim; dan
- Kitab suci atau simbol keagamaan.
Terdapat beberapa kasus atau berita menyangkut hak ekonomi dan hak moral atas sebuah lagu dan/atau musik yang dipermasalahkan oleh banyak kalangan artis dan seniman di Indonesia. Dilihat dari kasus pada putusan nomor 19/Pdt.Sus-HakCipta/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst bahwa adanya pendistribusian produk mainan boneka secara komersial dimana lagu yang ada dalam boneka tersebut salah satunya terdapat lagu “Aku Mau” yang dimiliki Pencipta aslinya dan lagu tersebut digunakan tanpa izin pencipta oleh perusahaan pengimpor produk mainan boneka dalam melakukan komersialisasi atas produk boneka yang berisi lagu tersebut.
Perbuatan tersebut dianggap telah melanggar hak moral pencipta sesuai Pasal 5 ayat (1) huruf e UUHC bahwa Pencipta berhak mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. Maka dilihat dari hal tersebut Pencipta menjadi kehilangan kepercayaan diri dalam berkarya menciptakan lagu anak-anak sebagai bentuk sumbangsih terhadap perkembangan industri musik di tanah air. Selain itu, Hak Ekonomi pencipta juga dilanggar sesuai Pasal 9 ayat (3) bahwa “setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan” yang pada nyatanya lagu pencipta tersebut digunakan secara komersil terhadap produk boneka yang didalamnya terdapat banyak lagu dan salah satunya ada lagu “Aku Mau” serta dilakukan pejualan atas produk tersebut tanpa adanya pemberian royalti dan izin dari pencipta atas penggunaan lagu tersebut.
Oleh karena pelanggaran tersebut dilakukan tanpa adanya izin dari pencipta asli, maka pelaku pelanggaran hak cipta yang telah menjalankan kegiatan usaha dengan menjual dan/atau mendistribusikan lagu “Aku Mau” secara komersial telah terbukti merugikan hak moral dan hak ekonomi pencipta. Pencipta dalam hal ini dilindungi dan dijamin sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 BW Jo. Pasal 96 Jo. Pasal 113 ayat (3) dan/atau ayat (4) UUHC berdasarkan ketentuan Pasal 99 ayat (1) UUHC bahwa “Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Cipta atau produk Hak Terkait”.
Dalam UUHC sendiri telah mengatur mengenai pembatasan terhadap hak cipta yang diatur dalam Pasal 43-Pasal 51 UUHC yang pada intinya mengatur bahwa seseorang yang bukan pemilik atas karya tersebut dilarang melakukan pengumuman, pendistribusian, komunikasi, penyiaran, penggandaan, penggunaan, pengambilan, dan pengubahan atas suatu ciptaan jika digunakan dengan tujuan komersial serta bertentangan dengan moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau pertahanan dan keamanan negara atau tetap dapat melakukan hal tersebut jika bukan untuk tujuan komersial atau hanya untuk arsip pribadi dan/atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan karya tersebut.
Adapun pengalihan hak cipta dapat terjadi baik seluruh maupun sebagian karena Pewarisan, Hibah, Wakaf, Wasiat, Perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 16). Namun, pengalihan tersebut hanya dapat beralih atau dialihkan terhadap Hak Ekonomi, pengalihan tersebut dilakukan secara jelas dan tertulis baik menggunakan akta notaris atau tidak menggunakan akta notaris. Lisensi menjadi izin tertulis yang diberikan Pemegang Hak Cipta kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya dengan syarat tertentu. Sedangkan Hak Moral tetap melekat pada diri Pencipta dan tidak dapat dialihkan selama Pencipta hidup, tapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai ketentuan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia dan penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan hak tersebut secara tertulis.
Selain kasus lagu “Aku Mau” di atas, timbul mengenai masalah serupa yang terjadi beberapa waktu silam mengenai beberapa group band di Indonesia yang memiliki perselisihan dengan sesama personil band yang telah menjadi mantan personil band. Dalam kasus ini para personil dan mantan personil band berselisih mengenai larangan atas pembawaan lagu terhadap band tersebut oleh mantan personil band yang terlibat dalam pembuatan dan menjadi salah satu pencipta beberapa lagu band tersebut. Terdapat 12 (dua belas) judul lagu yang merupakan ciptaan dari para mantan personil band dan terdapat 5 (lima) judul lagu yang diciptakan bersama-sama dengan personil band tersebut dan kelima judul lagu tersebut tetap dilarang untuk dibawakan oleh para personil band.
Melihat dari kasus diatas dapat dikatakan bahwa pelanggaran hak moral dan hak ekonomi terjadi ketika para personil band tetap membawakan lagu milik para mantan personil band tanpa ada izin dari mereka selaku pencipta tunggal dari lagu-lagu tersebut dan tidak adanya pembayaran royalti atas lagu tersebut ketika digunakan dengan tujuan komersil seperti konser/pertunjukan berbayar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 24 dan Pasal 9 ayat (3) UUHC kecuali jika lagu tersebut ingin tetap ditampilkan maka para personil dapat melakukan perjanjian atas penggunaan lagu tersebut dengan melakukan pembayaran royalti terhadap pencipta lagu.
Adapun beberapa lagu yang tetap dilarang oleh para mantan personil band untuk dibawakan oleh personil band padahal kenyataannya lagu tersebut dibuat bersama-sama. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UUHC bahwa “Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi”, sehingga jika dilihat dari kasus tersebut khususnya pada lagu yang diciptakan bersama, maka mantan personil band tidak dapat melarang personil band untuk membawakan/menyanyikan judul lagu tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 8, Pasal 9 ayat (1) huruf f UUHC yang pada intinya Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dapat melakukan pertunjukan ciptaan untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan tersebut. Namun, jika dilihat lebih lanjut pada Pasal 9 ayat (2) UUHC bahwa setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta, maka dapat dikatakan bahwa personil band yang turut serta dalam penciptaan lagu tetap harus mendapat persetujuan dengan pencipta lainnya yaitu mantan personil band dalam hal mengkomersialisasikan karya tersebut, sehingga memang dalam kasus ini penting untuk diadakan perjanjian yang jelas atas penggunaan lagu dalam mengatur hak ekonomi dan hak moral lagu tersebut.
Namun untuk mendapatkan kepastian hukum lebih lanjut atas kasus tersebut diperlukan penyelesaian masalah baik secara litigasi ataupun non litigasi untuk mendapatkan kepastian hukum yang tetap dan menjadi acuan hukum yang baru dalam penyelesaian perkara jika terdapat kasus yang sama di kemudian hari.
Comment (1)
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae, gravida pellentesque urna varius vitae.