PERLINDUNGAN PADA WANITA YANG MENGALAMI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kenapa KDRT menjadi suatu hal yang sering terjadi dalam hubungan rumah tangga?

Pada umumnya kekerasan sering terjadi dimana saja, kapan saja, oleh siapa dan kepada siapa saja. Namun, kekerasan bukanlah suatu hal yang harus dimaklumi dan dianggap hal yang biasa dalam lingkup masyarakat luas karena kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku menyimpang yang mengakibatkan seseorang mengalami trauma dan luka-luka baik secara mental maupun fisik bahkan tidak jarang pula mengakibatkan kematian. Pelanggaran tersebut bukan hanya berfokus pada diri seseorang tapi juga termasuk pelanggaran hukum di negara kita.

Banyak macam kekerasan yang sering kita dengar pada umunya adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), objek dari kekerasan sendiri bermacam-macam tidak hanya pada pasangan (suami/istri), anak-anak, dan orang tua tapi termasuk juga ibu hamil. Pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) mengatur bahwa “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”. Data kekerasan tahun 2023 saat ini berjumlah total 13.701 terdiri dari 2.701 dengan korban laki-laki dan 12.221 dengan korban perempuan data ini diperoleh dari Kementrian Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak (KEMENPPPA). Pada kasus KDRT nyatanya korbannya banyak yang tidak melaporkan apa yang telah dialami dengan alasan bahwa mereka memiliki alasan tersendiri atau karena malu dan takut untuk mengungkapkan apa yang terjadi pada dirinya.

Baru-baru ini viral kasus kekerasan seorang suami pada istrinya yang sedang hamil 4 (empat) bulan yang dipicu karena adanya chat pelaku dengan perempuan lain. Kekerasan tersebut mengakibatkan sang istri mengalami luka-luka di tubuh dan wajahnya, hal ini tentunya berdampak pada kesehatan fisik dan mental baik pada korban maupun kesehatan janin korban. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya KDRT, diantaranya yaitu:

  1. Faktor Individu (korban penelantaran anak, penyimpangan psikologis, penyalahgunaan alkohol, riwayat kekerasan di masa lalu, dan frustasi).
  2. Faktor Keluarga (seperti pola pengasuhan yang buruk, konflik dalam pernikahan, kekerasan oleh pasangan, rendahnya status sosial ekonomi, keterlibatan orang lain dalam masalah Kekerasan, hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami-istri).
  3. Faktor Komunitas (seperti kemiskinan, angka kriminalitas tinggi, mobilitas penduduk tinggi, banyaknya pengangguran, perdagangan obat terlarang lemahnya kebijakan institusi, kurang nya sarana pelayanan korban, faktor situasional).
  4. Faktor Lingkungan Sosial (seperti perubahan lingkungan sosial yang cepat, kesenjangan ekonomi, kesenjangan gender, kemiskinan, lemahnya jejaring ekonomi,lemahnya penegakan hukum, budaya yang mendukung kekerasan, tingginya penggunaan senjata api ilegal, masa konflik/pasca konflik).

Adapun bentuk-bentuk KDRT menurut UU PKDRT dibedakan kedalam empat macam:

  1. Kekerasan fisik, Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya.
  2. Kekerasan psikis, Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
  3. Kekerasan seksual, Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
  4. Penelantaran rumah tangga, Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.

Kurangnya keterbukaan dan rasa percaya antara suami-istri, tidak memahami posisi dan tanggungjawab satu sama lain, amarah yang berkelanjutan dan sama-sama keras pada pendirian argumentasinya, memendam masalah tanpa memaafkan kesalahan pasangan, serta kurangnya kesadaran untuk melaporkan kekerasan yang dialami dan kurangnya respon akan penanganan kasus oleh aparat bersangkutan merupakan sebuah bentuk penghambat dalam menanggulangi tindakan kekerasan dalam rumah tangga.

Lantas jika demikian, bagaimana perlindungan bagi seseorang yang mengalami KDRT khususnya bagi wanita?

Terdapat beberapa instrumen hukum dalam perlindungan terhadap korban kekerasan khususnya pada wanita, yakni:

1. Instrument Hukum internasional

  • Piagam HAM PBB
  • Konvensi Internasional tentang hak-hak sipil dan politik
  • Konvenan Internasional tentang hak-hak social, ekonomi dan budaya, konvensi internasional untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita
  • Deklarasi terhadap Penghapusan Kekerasan Terhadap Wanita
  • Berdasarkan Platform for Action yang dihasilkan oleh Konferensi Dunia ke IV tentang perempuan di Beijing pada tahun 1995

2. Instrument Hukum Nasional

  • Pembukaan UUD 1945 alinea pertama
  • KUHAP
  • KUHP
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
  • Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  • Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 Tentang penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Share this post

Comments (2)

  • Joe Doe Reply

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae, gravida pellentesque urna varius vitae.

    June 28, 2016 at 1:05 pm
  • Joe Doe Reply

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae, gravida pellentesque urna varius vitae. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae. Sed dui lorem, adipiscing in adipiscing et, interdum nec metus.

    June 28, 2016 at 1:06 pm

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Chat with us!
Start a Conversation
Hi! Click one of our members below to chat on WhatsApp
We usually reply in a few minutes