DISKRIMINASI DALAM FENOMENA “NO VIRAL NO JUSTICE”
Apakah semua kasus yang diviralkan mendapat perlakuan hukum yang sama?
Salah satu contoh kasus yang dapat dilihat yaitu kasus dugaan penganiayaan Audrey yang viral beberapa saat lalu bahwa korban dikeroyok oleh 12 (dua belas) pelaku. Pada kasus tersebut Audrey dikabarkan dipukul, ditendang, dan kepalanya dibenturkan ke aspal hingga merusak alat vital miliknya. Namun, dari hasil pemeriksaan dokter hasilnya tidak seperti yang diberitakan di media sosial sehingga kasus mengenai Audrey yang telah viral tersebut menjadi suatu bentuk pembohongan publik. Mengacu pada Pasal 1 angka 5 dan Pasal 1 angka 2 KUHAP, untuk menyematkan status tersangka kepada seseorang haruslah didahului oleh serangkaian tindakan untuk mengidentifikasi suatu peristiwa pidana (penyelidikan). Dalam kasus audrey tersebut dapat dikatakan bahwa hakim dalam memutuskan hasil persidangan berupa sanksi sosial kepada para pelaku dianggap sangat terburu-buru, dilihat dari hasil visum yang membuktikan bahwa tidak adanya bukti memar pada tubuh maupun bagian alat vital korban lalu kemudian tanpa adanya pemeriksaan kembali dan keluarnya putusan hakim dalam waktu singkat membuktikan bahwa adanya kekurangan dalam hal penyidikan kasus tersebut. Keluarnya putusan hakim dalam waktu singkat dapat dipengaruhi karena viralnya kasus tersebut dan mendapat tekanan yang besar dari publik agar kasus tersebut direspon dengan cepat agar para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Perlu di perhatikan pula bahwa dalam proses pemeriksaan pentingnya penerapan asas praduga tak bersalah yang diterapkan oleh hakim pengadilan sesuai penjelasan umum angka 3 huruf c KUHAP dan Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman. Selain itu Pasal 18 ayat (1) UU HAM bahwa “setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka melakukan tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan” sehingga jika melihat dari kasus Audrey tersebut ketiga pelaku sebelum dinyatakan sebagai pelaku, mereka haruslah dianggap tidak bersalah dan perlunya pemeriksaan ulang sebelum hakim memutuskan hasil persidangannya.
Namun, perlu diketahui pula apa yang sebenarnya kita dapat setelah memviralkan kasus tersebut selain proses penanganan kasusnya yang cepat?
Pada nyatanya fenomena “No Viral No Justice” berdampak pula pada data pribadi yang memungkinkan tersebarnya data pribadi seseorang secara luas, hal ini tentunya termasuk pelanggaran hukum. Pasal 40 Undang-Undnag Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi menyatakan setiap orang berhak atas perlindungan informasi pribadi. Berdasarkan pula Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, penggunaan data pribadi seseorang secara melawan hukum termasuk ke dalam perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Fenomena ini juga tidak menjamin kepastian hukum terutama pada kasus/perkara pidana karena pelaku yang ada dalam video atau foto yang beredar tersebut hanya akan ditetapkan sebagai tersangka dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu pula pentingnya mempublikasikan sesuatu sesuai kenyataanya atau faktanya dan bukan hoaks sebagaimana diatur dalam Undang-Undnag Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 sampai Pasal 29 (tergantung muatan konten yang disebarkan) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 263 dan Pasal 264.
Comment (1)
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae, gravida pellentesque urna varius vitae. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam viverra euismod odio, gravida pellentesque urna varius vitae. Sed dui lorem, adipiscing in adipiscing et, interdum nec metus.